Posts Tagged With: LCGC

Mobil Murah, tantangan baru DKI Jakarta (?)

Hari ini, Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013 resmi dibuka oleh Wapres Budiono [1]. Sejumlah pabrikan mobil kenamaan seperti Toyota, Daihatsu dan Honda serta beberapa pabrikan lain beradu mencuri perhatian pengunjung dalam menampilkan produk mobil murah mereka. Sedikitnya ada 36 Brand otomotif yang tampil unjuk tampilan di ajang pameran Indonesia International Motor Show 2013 ini [2]. Beberapa produk mobil murah yang akhir-akhir ini menjadi buah bibir di antaranya Agya dari Toyota, Ayla dari Daihatsu, GO+ oleh Datsun serta Honda yang menampilkan Brio Satya. Beberapa media memberitakan tujuan dari dikeluarkannya Low Cost Green Car (LCGC) ini untuk berdaptasi terhadap isu ‘sco-Green’ global dan sekaligus menjadikan produk ini dapat dijangkau oleh konsumen di kelas menengah ke bawah. Beberapa perbandingan antara satu produk dengan yang lainnya pun dilakukan [3].

Lain halnya dengan DKI Jakarta, momen ‘mobil murah hijau’ ini malah membuat Gubernur Jokowi kelimpungan. Pasalnya, tren  LCGC ini memicu membludaknya kepemilikian kendaraan roda empat yang sangat berkaitan erat dengan masalah kemacetan jakarta. Di sisi lain, mobil murah juga akan menghambat program revitalisasi transportasi umum yang bekaitan dengan rendahnya partisipasi warga terhadap terhadap transportasi massal karena tersedia alternatif yang baru yaitu mobil murah. Gubernur Jokowi menanggapi hal ini dengan menyurati Wapres [4]. Jokowi menyampaikan bahwa produk mobil murah bertentangan dengan 17 langkah penanganan kemacetan Jakarta yang merupakan Instruksi Wapres sendiri.

Lain pula dengan Menteri Perindustrian, MS Hidayat. Beliau meskipun dalam kesempatan di depan DPR mengakui bahwa  beliau merupakan salah satu penyebab kemacetan Jakarta, namun beliau menyampaikan kebijakan mobil LCGC ini tidak bisa dipandang dari satu daerah saja tetapi secara nasional dan regional bahkan global. Kebutuhan LCGC menurutnya, sudah merupakan keharusan Indonesia karena melihat perkembangan global dan negara tetangga yang sebenarnya telah lebih dahulu menerapkannya. Melunakkan argumennya, beliau mengatakan bahwa untuk menjawab pro-kontra LCGC ini diperlukan ‘penjatahan’ per wilayah [5] dan bila perlu jangan menjual di kota-kota besar [6]

Dari catatan-catatan di atas memang terdapat perbedaan kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta. Jika kita mengambil sudut pandang dari DKI Jakarta maka keputusan LCGC ini akan memperburuk keadaan permasalahan kemacetan Jakarta. Di satu sisi Pemprov dan segenap komponennya saat ini ‘banting tulang’ melakukan inovasi dan percepatan pemecahan transportasi Ibukota, di sisi lain Pemerintah Pusat membuka keran mobil murah hijau LCGC. Dalam hal ini, Pemprov juga membutuhkan dukungan dari Pusat untuk melindungi kebijakan Jakarta khususnya berkaitan dengan transportasi umum Jakarta baik yang sudah dilaksanakn maupun yang sedang disusun. Sedangkan jika kita menanggapi dari sudut pandang rakyat awam, sebenarnya kebijakan LCGC ini sejauh mana dan sebatas apa? Maksudnya seberapa besar pendampingan Pusat akan kebijakan yang dikeluarkannya dan apakah benar Pusat mengetahui dampaknya kepada masyarakat kita secara umum?? Mengapa bukan menguatkan kebijakan-katakanlah kebijakan Industri dalam negeri-yang bersifat mendukung transportasi massal? Jika belajara dari pengalaman Industri otomotif dalam negeri yang masih ‘bergantung’ dengan asing, maka apakah Pemerintah Pusata dapat menjamin penjatahan per wilayah dan pelarangan pemasaran di kota besar akan berjalan sebagaimana yang diinginkan? Jawaban ini ada di kita semua [7].

Penulis mengingat salah satu teori kebijakan publik yang berkaitan dengan masalah ini. Seorang ahli kebijakan publik, Thomas Dye, mengatakan kebijakan publik bermakna ‘segala sesuatu yang yang diplih pihak berwenang (Pemerintah) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.’ Kebijakan publik berkaitan dengan ‘publik’, masyarakat, yang berarti kebijakan yang dipandang baik atau buruk yang diambil atau tidak oleh sang pemangku kepentingan tetaplah berarti kebijakan publik. Jadi, tetaplah dalam koridor demi masyarakat karena jika tidak maka kepentinganlah yang membuat masyarakat menjadi korban.

Link bacaan terkait:

1. http://bit.ly/1f8Ox90

2. http://bit.ly/1eoq0xE

3. http://bit.ly/16DWIqc

4. http://bit.ly/1a2aiU5

5. http://bit.ly/17KVr0b

6. http://bit.ly/152yur6

7. http://bit.ly/1eO8xjz

Categories: I'm Praja and I'm Happy, Pemerintahan | Tag: , , | Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.